Masalah Jadul yang Tak Pernah Usai Terlepas dari kemelut dua lembaga tersebut, salah satu hak politik warga negara ialah hak memilih dan dipilih. Tertuang di Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Menurut UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, hak memilih diberikan kepada warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Muncul persoalan Siapa
yang bakal memilih di pemilu amat bergantung pada data DPT yang ditetapkan KPU
yang sudah memenuhi syarat yang tercantum dalam UU Pemilu tetap saja tidak
dapat memilih apabila namanya tidak tercantum dalam DPT. Boleh dikatakan DPT
sebagai urat nadi Pemilu dan berpeluang dimanipulasi oleh yang berkepentingan
tentunya, bukan hanya pertama kali saja ia dipermasalahkan. Melihat di tahun
2013 dalam pemilihan pilpres dan Pemilhan Bupati tahun 2015 sebelumnya, DPT
juga bermasalah. media-media lokal melaporkan adanya pemilih fiktif, pemilih
ganda, hingga calon pemilih yang tidak masuk DPT. Misalnya, ada ribuan Nik
Infalid dan ganda pada waktu itu dan juga tidak mempunya NIK di kabupaten
Situbondo. Dalam Persaingan dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik Pemilu
2013 hingga Pilbub 2015, hinngga waktu itu berimbas kepada gugatan oleh calon
bupati yang kalah waktu itu, KPU dengan Jajarannya suda melaksanakan pencocokan
dan koordniasi denga pemerintah dan dinas kependudukan hingga ada beberapa kali
perbaikan kali saat itu. Namun, hal itu malah bikin masalah baru bagi KPU,
permasalahan DPT dianggap belum tuntas. Karena itu, hasil pemilu pun dianggap
cacat hukum. Di tahun ini pul gawe besar pemihan DPR,DPRD,DPD dan Pilpres ada
Sejumlah parpol melaporkan terkait persoalan DPT. Keberadaan pemilih ganda,
pemilih fiktif, dan adanya warga yang tidak terdaftar di DPT merupakan masalah
usang yang tidak pernah diselesaikan penyelenggara pemilu di Indonesia. Jika
pemilu benar-benar ingin dianggap luber dan jurdil, maka sekarang lah saatnya
persoalan DPT dibereskan. Namun tentunya bukan haya persoalan ada di pihak KPU
tp juga pada birokasi yang menagani persoalan daftar kependudukan mulai dari
tingkat desa sapai pusat tentunya.
Munculnya data ganda
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2019 disebut sebut karena Komisi
Pemilihan Umum (KPU) tidak maksimal, kurang etis juga kalu hanya KPU. saya kira
KPU dan jajarannya suda bekerja dengan tugas dan aturan mainnya sampai sampai
turun kebawah/sensus, boleh dikatakan petugas yang registrasi di desa maupun
dikecamatan bisa saja salah dalam memasukkan data itu bisa saja.
Faktanya DP4 bayak
yang tidak sesui dengan dilapamngan sehinnga dilakukanlah perbaikan num alih
setelah dilakukan perbaiklan masih saja musncul persoalan tersebut ada yang
tidak terdaftar di databasa kependuduka, sampai sampai ada yang mempunyai KTP
tp tidak masuk dalam data base kepndudukan. Pelu adanya solusi kongkrit antara
KPU, BAWASLU, Dispenduk, Pemerintah Kecamatan sampai tingkat Desa dan
pihak-pihak yang berkepentinga duduk bersama mencari solusi yang terbaik agar
semua hak masyarakat bisa terkomodir dan dapat mengetahi pokok persoalannya
untuk mengambil tindakan agar pemilu berjalan dengan aman tanpa ada persoalan
yang berarti.
0 komentar:
Posting Komentar